Rabu, 30 September 2015

Young Man and an apple (Cerita Asli)

Young Man and Apple

a story of a young man eating an apple, about what is behind the apple. Apparently, besides containing many vitamins, apples also contain many nutrients for heart health. Without a lot of small talk, we consider the efficacy of these apples ...

Several centuries ago, in the final period tabi'in. In a way, in one of the suburbs of Kufah, walk a young man. Suddenly he saw an apple fall from a tree, out of the large garden plot. The young man also reached out picking the apples that look fresh. Calmly, he ate it.

The young man was Thabit. The new half of the bite, then swallow, he tersentaklah. The apple was not hers! How could he ate something that did not belong? Finally the young man hold the rest of the apple half and went in search of the keeper. After the meeting, he said: "O servant of Allah, I've spent half of this apple. Do you want to forgive me? "The guard replied:" How can I forgive you, while I am not the owner. Entitled to forgive is the owner of this apple orchard. "" Where is the owner? "Asked Thabit." Her home away about five miles from here, "said the guard.

Then the young man went to see the owner's garden willingness to ask because she had eaten the apple-owned planters tersebut. The last young man arrived at the door of the owner's garden. After greetings and answered, Thabit said in a state of anxiety and fear: "O servant of Allah, do you know why I came here?" "No," said the owner of the garden. "I came to ask for your willingness to half apple yours I found and I ate. This is half again. "" I will not forgive you, for the sake of Allah.

Unless you accept the terms of me, "He said. Tsabit asked:" What condition, O servant of Allah? "Said the owner of the garden:" You must marry my daughter. "The boy was astonished and said:" What exactly is included terms? You forgive me and I marry your daughter? This is a great boon. "The farm owner continued:" If you accept, then I forgive you. "Finally the young man said:" Well, I have received.

"The owner of the garden said also:" So I am not considered rip, let me say that my daughter was blind, deaf, mute and paralyzed unable to stand. "The young man once again surprised. However, what may make, half the apples that are swallowed, where will he find instead that the owner asked for compensation or sue before the Judge of the Most Fair? "If you want, come after 'Isha so can you meet your wife," said the owner of the garden ,

The young man as if driven into the midst of a fierce battle. With the weight she stepped into her room and gave salam.Sekali again outstanding young man surprised. Suddenly he heard a melodious voice that answered his greeting. A woman stood up to shake his hand. The young man was still surprised confusion, said in-law, her daughter was blind, deaf, mute and paralyzed.

But this girl? Who could this be? Finally he asked who she was and why he says so much about the princess. His Wife behind asked: "What did my father? "Said the young man:" Your father said you're blind. "" By God, he does not lie. Really, I never look at anything wrath of Allaah. "

"Your father said you're dumb," said the boy. "My father was right, for the sake of Allah. I never uttered one sentence that makes the wrath of Allah Subhanahu wa Ta'ala. "" He said you're deaf. "" Dad's right. By Allah, I have never heard except all that in it there is the pleasure of Allah Subhanahu wa Ta'ala. "" He said you're paralyzed. "" Yes. Because I had never set foot in this except me blessed place to Allaah. "The young man looked at his wife's face, which is like a full moon. Not long out of the marriage, was born a slave of Allaah righteous, which meets the world with science and piety.

The baby was given the name Abu Hanifah An-Numan bin Thabit rahimahullahu.Duhai, if only young Muslims today imitate youth Thabit, father of Al-Imam Abu Hanifa. Duhai, assuming the pemudinya as the mother, in the 'blindness, silence, deafness, and kelumpuhannya'.Muslim Young ... That is the perspective of the righteous people of this world.

"He who fear Allah, He will give him a way out, and give him good luck from the direction of the unexpected" (Ath-Thalaq: 2-3)

* The kindness and good deeds of both parents, has a great influence terhadapa a child's development, and beneficial to them, both in this world and in the hereafter. Similarly, bad deeds and sins committed by both parents, have a negative impact on children's education.



Pemuda dan sebuah apel

sebuah kisah dari seorang pemuda pemakan apel, kira-kira ada apa dibalik buah apel tersebut. Ternyata, disamping mengandung banyak vitamin, buah apel juga mengandung banyak nutrisi untuk kesehatan hati. Tanpa banyak berbasa-basi, kita simak khasiat dari buah apel ini…

Beberapa abad lalu, di masa-masa akhir tabi’in. Di sebuah jalan, di salah satu pinggiran kota Kufah, berjalanlah seorang pemuda. Tiba-tiba dia melihat sebuah apel jatuh dari tangkainya, keluar dari sebidang kebun yang luas. Pemuda itu pun menjulurkan tangannya memungut apel yang nampak segar itu. Dengan tenang, dia memakannya.

Pemuda itu adalah Tsabit. Baru separuh yang digigitnya, kemudian ditelannya, tersentaklah dia. Apel itu bukan miliknya! Bagaimana mungkin dia memakan sesuatu yang bukan miliknya? Akhirnya pemuda itu menahan separuh sisa apel itu dan pergi mencari penjaga kebun tersebut. Setelah bertemu, dia berkata: “Wahai hamba Allah, saya sudah menghabiskan separuh apel ini. Apakah engkau mau memaafkan saya ? ”Penjaga itu menjawab: “Bagaimana saya bisa memaafkanmu, sementara saya bukan pemiliknya. Yang berhak memaafkanmu adalah pemilik kebun apel ini.”“Di mana pemiliknya?” tanya Tsabit.“Rumahnya jauh sekitar lima mil dari sini,” kata si penjaga.

Maka berangkatlah pemuda itu menemui pemilik kebun untuk meminta kerelaannya karena dia telah memakan apel milik tuan kebun tersebut.Akhirnya pemuda itu tiba di depan pintu pemilik kebun. Setelah mengucapkan salam dan dijawab, Tsabit berkata dalam keadaan gelisah dan ketakutan: “Wahai hamba Allah, tahukah anda mengapa saya datang ke sini?”“Tidak,” kata pemilik kebun.“Saya datang untuk minta kerelaan anda terhadap separuh apel milik anda yang saya temukan dan saya makan. Inilah yang setengah lagi.”“Saya tidak akan memaafkanmu, demi Allah.

Kecuali kalau engkau menerima syarat aku,” katanya.Tsabit bertanya: “Apa syaratnya, wahai hamba Allah?”Kata pemilik kebun itu: “Kamu harus menikahi putriku.”Si pemuda tercengang seraya berkata: “Apa betul ini termasuk syarat? Anda memaafkan saya dan saya menikahi putri anda? Ini anugerah yang besar.”Pemilik kebun itu melanjutkan: “Kalau kau terima, maka kamu saya maafkan.”Akhirnya pemuda itu berkata: “Baiklah, saya terima.

”Si pemilik kebun berkata pula: “Supaya saya tidak dianggap menipumu, saya katakan bahwa putriku itu buta, tuli, bisu dan lumpuh tidak mampu berdiri.”Pemuda itu sekali lagi terperanjat. Namun, apa boleh buat, separuh apel yang ditelannya, kemana akan dia cari gantinya kalau pemiliknya meminta ganti rugi atau menuntut di hadapan Hakim Yang Maha Adil?“Kalau kau mau, datanglah sesudah ‘Isya agar bisa kau temui istrimu,” kata pemilik kebun tersebut.

Pemuda itu seolah-olah didorong ke tengah kancah pertempuran yang sengit. Dengan berat dia melangkah memasuki kamar istrinya dan memberi salam.Sekali lagi pemuda itu kaget luar biasa. Tiba-tiba dia mendengar suara merdu yang menjawab salamnya. Seorang wanita berdiri menjabat tangannya. Pemuda itu masih heran kebingungan, kata mertuanya, putrinya adalah gadis buta, tuli, bisu dan lumpuh.

Tetapi gadis ini? Siapa gerangan dia? Akhirnya dia bertanya siapa gadis itu dan mengapa ayahnya mengatakan begitu rupa tentang putrinya.Istrinya itu balik bertanya: “Apa yang dikatakan ayahku? ”Kata pemuda itu: “Ayahmu mengatakan kamu buta.”“Demi Allah, dia tidak dusta. Sungguh, saya tidak pernah melihat kepada sesuatu yang dimurkai Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

“Ayahmu mengatakan kamu bisu,” kata pemuda itu.“Ayahku benar, demi Allah. Saya tidak pernah mengucapkan satu kalimat yang membuat Allah Subhanahu wa Ta’ala murka.”“Dia katakan kamu tuli.”“Ayah betul. Demi Allah, saya tidak pernah mendengar kecuali semua yang di dalamnya terdapat ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala.”“Dia katakan kamu lumpuh.”“Ya. Karena saya tidak pernah melangkahkan kaki saya ini kecuali ke tempat yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala.”Pemuda itu memandangi wajah istrinya, yang bagaikan purnama. Tak lama dari pernikahan tersebut, lahirlah seorang hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala yang shalih, yang memenuhi dunia dengan ilmu dan ketakwaannya.

Bayi tersebut diberi nama Abu Hanifah An-Numan bin Tsabit rahimahullahu.Duhai, sekiranya pemuda muslimin saat ini meniru pemuda Tsabit, ayahanda Al-Imam Abu Hanifah. Duhai, sekiranya para pemudinya seperti sang ibu, dalam ‘kebutaannya, kebisuan, ketulian, dan kelumpuhannya’.Muslim Muda…Demikianlah cara pandang orang-orang shalih terhadap dunia ini.

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberinya jalan keluar, dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka” (Ath-Thalaq: 2-3)

*Kebaikan dan amal shalih kedua orang tua, memiliki pengaruh yang besar terhadapa perkembangan seorang anak, dan bermanfaat bagi mereka, baik di dunia maupun di akhirat. Demikian pula amal buruk dan dosa-dosa besar yang dilakukan oleh kedua orang tua, memiliki dampak negatif terhadap pendidikan anak.



Glosarium

Efficacy : Khasiat / Kemanjuran
Willingness : Kesediaan
Consider : mempertimbangkan
Several : Beberapa Orang
Servant of Allah : Hamba Allah                                     
Uttered : Mengucapkan
Paralysed : Dilumpuhkan bisa juga melumpuhkan

Coretan Kecilku (CERPEN)

Sang Legenda Dunia

Malam ini begitu dingin. Tak terasa sang hujan telah sampai di beranda kamarku, diketuknya daun jendela yang terbuka separuh. Dibalik lubang-lubang kecil dikamarku ini, aku melihat seorang ibu yang lemah-gemulai itu sedang membuat jajanan kue demi kami agar dapat bertahan hidup di era serba modern ini.

            Dari seorang pahlawan yang kusebut ibu ini nampak jelas lukisan sembab dimatanya dan rona merah di hidungnya akibat derain air mata, meminta tambahan rezeki dari Sang Pencipta. Namun dalam hati ku merasa gundah,galau, karena merasa tak bisa membatu ibuku dan aku hanya terdiam bagai mayat hidup yang mengintip dari lubang-lubang semut itu.

Dari lubang itu terus kupandangi ibuku yang masih saja menguraikan air matanya seperti mengurainya air hujan membasahi tanah. Akupun berpura-pura terbangun dan ingin ke toilet, lalu sang ibuku pun berkata sambil mengelap matanya yang basah akibat tangisan
”Nak kamu ingin kemana ?“ ujar ibuku,
“Aku terbangun bu dan ingin ke wc” jawabku sambil menegok ke arah ibu
“Seandainya ayah masih hidup hari ini mungkin saja ibu tak perlulah bekerja keras seperti sekarang,”gumamku dalam hati”
Setelah dari wc akupun menuju ke ibu dan memeluknya sambil berkata, “ Bu belum tidur ?”
“Ibu sudah tidur nak, sekarang masuklah kedalam kamar lalu tidur kan besok mau sekolah” Balas ibuku.

Akupun lekas mendengar kata ibuku dan berjalan menuju kamar, namun hatiku berkata bahwa ibuku telah bohong, entah apa yang ibu sembunyikan dariku.
Tak terasa matahari telah berada di ufuk timur dan itu pertanda bahwa diri ini harus bersiap-siap akan segala hal, terlebih lagi dengan melihat ibu, hati ini menjadi tentram dan bahagia karena senyum manis ibuku telah membuat rasa gundah gulana itu terhapus walau matanya sedang sayup-sayup, mungkin karena ngantuk.

“Ibu aku pergi sekolah dulu yah, jangan lupa tidur dulu bu nanti aku yang mengantar jualan” Sapaku lembut.
“Iya hati-hati dijalan yah nak, ingat pesan ibu jangan nakal disekolah terlebih lagi kamu akan Ujian Akhir Nasional, ehhh tugas kamu sekolah bukan antar jualan nanti biar ibu yang mengantarnya.” Kata ibuku.
Namun hati ini terus gelisah apakah ibu akan baik-baik saja dengan matanya yang sangat sayup-sayup ( mengantuk ) karena tak tidur seharian ?. gumamku dalam hati.

Singkat cerita akupun lulus dari bangku SMA dan aku juga diterima lewat jalur prestasi di sebuah universitas yang tak terlalu ternama di Makassar tapi Alhamdulillah masih Universitas negeri dan berbasis islam. Akupun mendaftar ulang di temani sang ibu yang senantiasa bersamaku hingga selesai pendaftaran ulang, tak lupa juga ibuku ini mencarikan sebuah kamar kos untuk tempat ku tinggal nantinya. Namun hati bergejolak lagi dan bertanya-tanya dengan kondisi seperti ini masih bisakah aku kuliah ? adikku dikampung masih sekolah juga, sementara ibu harus juga membiayai adik dan nenek beserta diriku ini, tapi keheninganku pun pecah ketika ibu mengangetkanku dengan sebuah minuman yang ia sodorkan.

“Anakku sayang apa yang kamu fikirkan sambil ngelamun begitu ? aduh jangan-jangan kamu mikirin anak gadis orang yah, udah mulai puber yah ?” Sahut ibuku membuka percakapan dengan candaanya.
“Nggak ada apa-apa kok bu, ahhh ibu ada-ada ajah kalau mikirin anak gadis emangnya kenapa bu ?  ibu cemburu yah hehe” sahutku membalas candaan ibu.
Hari-hari pun berlalu begitu cepat bagai air hujan yang jatuh dari langit sampai ke tanah tanpa hitungan menit. Hari pertama masuk kuliahpun aku masih ditemani ibu sang pahlawanku, akupun masuk ke dalam sebuah gedung auditorium tempat kami para mahasiswa baru berkumpul, hatiku agak gelisah dengan lamanya waktu untuk pulang,
“apakah ibu sudah pulang atau masih menungguku ? semoga ibu sudah pulang beristirahat” gumamku dalam hati
Akupun berpura-pura keluar izin dari petugas untuk melihat ibu diluar. Namun ketika akan meminta izin tak diizikan oleh petugas lalu akupun sabar menunggu waktu demi waktu yang akan tersingkap hingga waktu pulang.
Mataharipun mulai menghilang pertanda waktu telah sore disaat bersamaan waktu pulang setelah mos hari pertama pun telah selesai turun dari ruang auditorium ku mencari-cari sosok pahlawanku yaitu ibu, menengok kesana-kesini, dari sisi yang satu ke sisi yang satu aku tak melihat sedikit saja raut wajahnya.

“Alhamdulillah mungkin saja ibu sudah pulang, tapi pulang kemana ? kos-kosan tempat bernaungpun aku belum punya sampai sekarang, hanya rumah teman ibu yang kami tempati untuk saat ini” gumam ku dalam hati
Tapi nan jauh elok disana kuliat seseorang yang sepertinya kukenal melambai-lambaikan tangannya ke arahku, lambaian tangan itu semakin dekat tambah dekat dan tambah dekat lagi dan akhirnya aku melihatnya dan memang itu adalah ibuku.

“Ibu darimana, aku tadi takut ibu kenapa-kenapa” Ucapku ketika ibu sudah ada didepanku
“ibu tadi dari mencarikanmu tempat kos tempatmu bernanaung nanti, kan ibu tidak mungkin selamanya ada disini menemanimu, ibu harus lagi kembali ke kampung mencari nafkah untukmu dan adikmu” Balas ibuku dengan nada lirih tanda ia kecapean.
“Alhamdulillah, tapi ibu dapat uang darimana ?” Tanyaku ulang
“Gak usah lah kamu nanya, Alhamdulillah ini uang halal koq nak” Jawab ibuku
“Tapi Bu…..” balasku
“Gak usah tapi-tapi ayolah sekarang kita pulang ke tempat mu yang baru” sahut ibuku memotong perkataanku.

Detik demi detik berlalu, langkah demi langkah tandaskan, masih di daerah kampus namun kos yang ibu maksud belum juga terlihat. Akhirnya ku memasuki lorong-lorong banyak rumah kos-kosan disini, harapku cumin satu agar tak bercambur-baurnya laki-laki dan perempuan sebab aku takut terkena fitnah ditempat yang begitu.
“Dari mana yah ibu mendapatkan uang untuk menyewakanku tempat kos ?”gumamku dalam hati.
Perjalanan dari auditorium cukup jauh dan menguras tenagaku dan saatku perhatikan wajah ibuku, dia hanya tersenyum riang tanpa ada rasa capek di raut wajahnya. Akhirnya langkah kaki ibuku pun terhenti disuatu tempat yang menurutku lebih dari cukup untuk tempat tinggal anak desa sepertiku. Tanpa mengucap sepatah katapun, ibu langsung menarik tanganku berjalan masuk ke sebuah kamar, pada saat tiba di pintu salah satu kamar ibupun berkata
“Nak apakah kamar ini cukup bagimu ? ibu hanya memiliki uang yang cukup untuk kamar ini semoga kamu senang yah nak”sahut ibuku sambil memberikanku kunci kamar
“Alhamdulillah bu, ini sudah lebih dari cukup buatku terima kasih banyak bu” perkataanku sambil memeluk ibuku.
 


Hari demi hari pun berlalu, ibuku pun sudah pulang kembali ke kampung demi mencari nafkah membiayai keluarga yang ditinggal meninggal oleh ayah. Akhirnya waktu masuk kuliahpun mulai, hari pertama tanpa ibu disampingku terasa nyesek kata orang-orang perkotaan ini, gundah gulana,galau mungkin kata-kata itu yang tepat terucap ketika ibu tak ada disampingku.
Detik demi detik, hari demi hari tak terasa sudah 5 bulan ku ditinggal sang ibu dan Alhamdulillah aku sudah terbiasa dengan sendiri ku disini. Teman demi temanpun ku temui dengan berbagai karakter yang berbeda dari suku-suku yang berbeda pula.

Akhir semester 1 aku berusaha mencari beasiswa kesana dan kesini demi membantu meringankan tanggung jawab ibu. Akhirnya setelah pencarian yang sangat lama akupun mendapat beasiswa yang Alhamdulillah lebih dari cukup menurutku, sebab aku sudah bisa mengirim beberapa sisa uang ke kampung.

Tepat pada bulan ke 7 aku sudah tak biasa mendapat telpon dari ibu ataupun dari adikku, gelisah yang tiada henti kurasakan, rinduku ke ibu bagai bumi dan matahari yang tak akan pernah bisa mendekat.
Kucoba menelpon kekampung tapi tak pernah terjawab oleh keluarga disana. Pada bulan ke 8 berpisah dengan ibu, akhirnya telpon itu sudah terjawab walau hanya dijawab oleh adik, akupun berkata
“ Bagaimana keadaanmu serta keadaaan keluarga disana” tanyaku.
“ Alhamdulillah semuanya  masih dalam keadaan baik saja disini kak, kalau keadaan kakak bagaimana ? ” jawab adikku.
“ Alhamdulillah keadaan kakak senantiasa pada do’a ibu, hehehe” jawabku sambil bercanda.
“ Ohehehe, oke sudah dulu yah kak, aku mau pergi nih nanti bayarannya mahal pula. Assalamualaykum kak “ perkataan adikku mengakhiri percakapan telepon.

Perasaanku pun mulai legah sehabis percakapan itu, namun entah kenapa masih ada sedikit kecurigaan terlintas di benakku. Hari demi hari berlalu, ingin rasanya kembali kekampung halaman untuk berjumpa dengan ibu sang pahlawanku, lamunan demi lamunan melayang-layang difikiranku namun lamunan itu terhenti setelah mendapat telpon dari seseorang yang tak ku kenal, percakapan itupun dimulai dari ku menanyakan siapa ini dan lain-lain sebagaianya dan akhirnya sampai pada percakapan terakhir yang mengatakan “Nak ibu kamu terlalu disayang oleh Allah dan akhirnya dipanggil subuh tadi” perkataan orang itu.

Aku seolah tak sadarkan diri, hpku jatuh, air mataku pun bercucuran tak terkira, bagai patung, hidup tak mau matipun tidak dan akhirnya ku terjatuh tersungkur kelantai tak bisa berbuat apa-apa.
Aku masih bingung apakah perkataan orang tadi itu benar atau hanya candaan belaka, aku merasa ibu masih hidup tak mungkin dipanggil secepat itu, demi mencari kepastian akupun berniat pulang kekampung mencari kepastian itu sesegera mungkin dengan uang yang seadaanya. Selama dalam perjalanan yang kutau hanya menangis-menangis tiada henti secara sembunyi-sembunyi.
Akhirnya kendaraan itu sampai dekat rumahku akupun turun, ada bendera putih yang berkibar “ahhh itu bukanlah dirumahku “Tepisku

Setapak demi setapak kulalui hingga sampai didepan rumah dan bendera putih juga ada, orang-orang pun banyak,  dirikupun menangis tiada henti hingga masuk kedalam rumah dan melihat ibu sang pahlawanku berlapiskan kain kafan, yang kutau hanya menangis tiada henti, fikiranku BLANK tak tau harus berbuat apa.
Hatta jenazah ibuku sampai dimakamkan aku masih saja terdiam bagai patung yang terus mengalirkan air mata dengan mata yang memerah dan hidung yang juga memerah. Sesampai dirumah ku hanya terus berdoa, mendoakan sang pahlawan duniaku yang kini telah menjadi legendaku tersendiri.
Sekian dan terima kasih


#Sayangilah pahlawan kehidupan kita yaitu IBU yang telah melahirkan kita dengan penuh cinta dan tiada henti tanpa cintanya selagi dia masih hidup tetap sayangi beliau jangan pernah sekalipun kita membuatnya sedih J

Cerpen Awal
Fery Syarwan :)